mari berbagi..

berbagi..
meski tak banyak..
tetap saja berarti..

Kamis, 24 Februari 2011

berbagi beban...

Ketika putra kedua saya akan lahir, istri saya membayangkan dirinya akan sangat kewalahan jika harus merawat 2 anak sekaligus sebab usia kedua anak saya hanya terpaut 26 bulan. Anak terbesar saya baru 2 tahun 2 bulan ketika adiknya lahir. Ia sedang manja-manjanya dan sepertinya belum mau berbagi dengan adik barunya.
Istri saya membayangkan bagaimana repotnya nanti jika harus mengurusi 2 anak, sekaligus mengurusi pekerjaan rumah. Karena itu saya memutuskan mencari seorang pengasuh anak. Tugas utamanya adalah mengasuh anak saya yang besar, si Rayyan, sementara si Titan diasuh langsung oleh bundanya.
Sebelumnya saya sudah punya seorang pembantu part job. Tugasnya hanya mencuci dan menyetrika baju. Kami menganggap kedua pekerjaan itu sangat menyita waktu sementara istri saya sedikit banyak juga harus mengurusi rumah dan toko.
Permasalahan muncul ketika anak terbesar saya mulai tidak bisa menerima kehadiran pengasuhnya. Mulai bandel dan semaunya sendiri. Susah diatur. Sepertinya ia cemburu dengan adik barunya. Sebab perhatian bundanya sepertinya mulai berkurang kepada dirinya.
Semakin hari ternyata si Rayyan semakin sulit dikendalikan. Kelakuannya semakin membuat kami geleng-geleng kepala. Meski kami juga akar permasalahannya tapi tidak menyangka akan sebesar ini pengaruhnya.
Akhirnya saya putuskan untuk tukar tempat. Kebetulan istri saya sudah cukup kuat untuk mengimbangi gerak si Rayyan dan si Titan sudah berumur sekitar 2 bulan sehingga tidak terlalu mengkahawatirkan lagi jika harus dipegang pengasuh anak kami.
Menginjak bulan ketiga kami justru mengambil langkah berani. Pengasuh anak itu akhirnya kami rumahkan. Menurut penilaian kami, kerjanya kurang maksimal. Masih harus banyak belajar. Kami kira kami dapat meng-upgrade skillnya seiring ebrjalannya waktu, namun ternyata salah. Ujung-ujungnya kami juga yang harus mengerakan beberapa pekerjaan yang kami anggap penting.
Daripada kerja dua kali, akhrinya kami memutuskan untuk mengerjakannya sendiri semua pekerjaan rumah, selain menyetrika dan mencuci tentunya. Kami ingin lebih mandiri sebagai sebuah keluarga. Agar masing-masing anggota keluarga lebih tahu tugas tanggung jawabnya masing-masing.
Dan keputusan itu juga mengandung konsekuensi tentunya.
Maka mulailah kami membuat daftar pekerjaan dan membaginya, antara saya dan istri saya. Kami mulai menyusun rencana agar pekerjaan rumah bisa dikerjakan dengan efektif dan maksimal.
Kira-kira seperti inilah rutinitas kerja kami tiap harinya.
Mulai bangun pagi lebih awal. Selepas sholat Subuh, istri saya menanak nasi dan meracik bumbu untuk sayur dan membuat sarapan. Sementara saya membuang tumpukan sampah, menyapu ruangan dalam rumah dan halaman depan. Lalu mencuci piring dan peralatan makan lainnya serta menyiapkan air untuk mandi anak-anak. Setelah itu memberi makan ayam dan ikan piaraan kami.
Selepas itu saya mandi pagi. Setelah rapi saya membuka toko, sedangkan istri saya memandikan si kecil. Kebetulan memang tempat usaha kami jadi satu dengan tempat tinggal. Setelah sarapan, tepat jam 7 pagi saya berangkat ke kantor, sekitar 5 menit perjalanan. Selepas itu saya kurang tahu pasti apa saja yang dikerjakan istri saya di rumah. Sibuk sekali tentunya.
Sekitar jam 4 sore saya pulang dari kantor. Istirahat sebentar lalu menyiapkan air mandi anak-anak. Bila agak longgar biasanya saya lantas mengajak si Rayyan jalan-jalan. Selepas mandi sore biasanya saya lantas berkutat di toko hingga jam 9 malam.
Selepas mencatat rekap transaksi harian toko saya biasanya merapikan mainan si Rayyan yang berserakan dimana-mana. Lalu menyiapkan susu dan dot teman tidurnya. Setelah semua rapi dan kembali ke tempatnya masing-masing barulah kami tidur. Paling cepat sih jam 11 malam.
Seperti itulah kira-kira kesehairan kami sekarang. Keseharian ini akan berubah jika hari Minggu atau hari libur lainnya karena bisa lebih santai. Namun tak jarang juga menjadi kacau balau jika keteraturan ini terganggu faktor-faktor yang tak terduga. Dan ini yang sering bikin kami stress, terutama istri saya.
Memang melelahkan. Bahkan kadang sangat melelahkan. Namun pilihan itulah yang harus kami ambil. Memilih dengan penuh kesadaran.
Kami hanya berharap semoga kebersamaan ini bisa menguatkan ikatan batin kami. Menguatkan hubungan kami dengan anak-anak kami. Kami yakin suatu hari nanti kerja keras dan pengorbanan kami akan terbayar. Insya Allah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar