mari berbagi..

berbagi..
meski tak banyak..
tetap saja berarti..

Selasa, 08 Februari 2011

prasangka..


Alkisah di jazirah Arab hiduplah seorang ulama besar yang sangat terkenal. Seperti kebiasaan para ulama besar lainnya, iapun suka menyambung silaturrahim dan berkelana dari satu tempat ke tempat lain. Dengan harapan akan bertemu dengan ulama lain untuk saling menimba ilmu dan berbagi pengalaman.
Suatu waktu ulama ini berkunjung ke rumah teman yang sudah lama tak dikunjunginya. Temannya bersuka cita menyambut kedatangannya karena itu artinya ia akan dapat berdiskusi banyak hal.
Rupanya si tuan rumah ini punya anak gadis yang cerdas dan cantik jelita. Rupanya gadis ini sangat penasaran terhadap nama besar tamu ayahnya. Orang-orang di kampungnyapun telah ramai membicarakan ulama ini.
Maka iapun mengintip dengan sembunyi-sembunyi, ingin tahu seperti apa kebiasaan tamu agung ayahnya itu hingga ayahandanya dan orang-orang begitu menghormatinya.
Selepas Magrib, setelah membatalkan puasanya, tamu ini makan sangat banyak dengan lahapnya. Makanannya hampir tak bersisa. Menyaksikan itu, hati gadis ini mulai gamang. Masak ulama makan sebanyak itu? Bukankah biasanya mereka pandai memelihara perutnya, pikirnya dalam hati.
Setelah sholat Isyak, tamu ini mohon diri dan langsung tidur. Tidak ada perbincangan-perbicangan dengan ayahnya seperti siang tadi. Tamu ayahnya itu tidak bangun-bangun hingga fajar tiba. Setelah bangun, sholat Subuhlah ia dengan tanpa berwudhlu.
Runtuhlah perasaan kagum gadis ini akan tamu agung ayahnya itu. Ternyata tak sebaik yang orang sangkakan, pikirnya. Aku bahkan bisa beribadah lebih baik dari orang itu, mungkin seperti itu kata batinnya. Sebab selama ini gadis itu telah terbiasa berpuasa, sholat dengan khusyuk dan membaca Al Qur’an hingga larut malam. Dilanjutkan dengan sholat malam pada sepertiga akhir malam di tiap-tiap malamnya.
Makanya hati kecilnya merasa aneh dengan perilaku tamu ayahnya yang bahkan, menurut penilaiannya, tak melebihi apa yang biasa dilakukannya selama ini. Seolah-olah tak ada yang istimewa dengan perilaku tamu ayahnya itu.
Namun tetap saja ia penasaran dengan kebiasaan tamu ayahnya itu. Rasa penasaran itu semakin membuncah dan akhirnya memberanikan diri meminta ayahnya untuk menanyakan hal tersebut kepada si empunya. Maka ditanyakanlah kebiasaan itu oleh ayahnya kepada teman lamanya itu.
Setelah mendengar dengan seksama pertanyaan temannya, tersenyumlah ulama itu. Dengan lemah lembut, dijawablah semua rasa penasaran anak gadis temannya itu.
“Sesungguhnya pada setiap jamuan makan yang dihidangkan oleh orang yang saleh, di dalamnya terdapat barokah dan obat. Dan malam itu Anda telah menghidangkan makanan halal yang lezat bagiku. Maka akupun menyantapnya dengan lahap semata-mata karena aku ingin mendapatkan berkah dan obat bagi kesehatan ragaku dari makanan itu”, katanya mulai menjelaskan.
“Dan sebelum aku sampai ke rumah Anda, sesungguhnya aku telah bertemu dengan orang-orang yang menanyakan berbagai masalah agama kepadaku dan tidak semuanya bisa aku jawab saat itu juga. Setelah kenyang menyantap hidangan Anda, maka aku rebahkan badanku seraya memohon kepada Allah SWT agar dibukakan ilmu-Nya untukku”, katanya melanjutkan.
“Setelah tertutup mataku, maka seolah-olah dihamparkan oleh Allah SWT di hadapanku pengetahuan-Nya melalui Kalam-Nya yang suci sehingga aku bisa menemukan banyak jawaban dari permasalahan-permasalahan agama yang orang tanyakan kepadaku. Sesungguhnya, setelah aku bangun maka banyak permasalahan-permasalahan umat yang bisa dipecahkan”, ujarnya.
“Dan meskipun mataku terpejam tetapi sesungguhnya hatiku terjaga semalaman dalam mencerna permasalahan-permasalahan itu. Oleh karenanya aku tak membutuhkan wudhlu untuk sholat Subuhku sebab badanku senantiasa terjaga meski mataku terlelap. Dan ketahuilah Saudaraku, sesungguhnya memecahkan masalahan-masalah umat jauh lebih penting bagiku dari ibadah-ibadah malamku sendiri”, katanya memungkasi.
Seperti gadis muda itulah, mungkin, kebanyakan dari kita. Kadang harapan kita terlalu tinggi terhadap kebaikan yang ada pada seseorang. Ketika kita memandang seseorang “baik”, ketika muncul hal-hal yang menurut kita “tidak baik”, maka yang kemudian timbul adalah penilaian terbalik. Kadang bahkan kita terlalu cepat mengambil kesimpulan. Dan muncullah prasangka buruk.
Demikianlah Saudaraku…
Tak mudah memang untuk menjaga prasangka baik..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar