mari berbagi..

berbagi..
meski tak banyak..
tetap saja berarti..

Rabu, 16 Februari 2011

cinta sejati...

Semalam saya menonton film yang cukup bagus, menurut saya.  Film ini dikemas dalam bentuk religi yang disisipi dengan tilai-nilai toleransi antar agama.
Film ini bercerita tentang cinta segitiga antara Rasyid, Dellia dan Nabila. Saya memang tidak melihat dari awal karena waktu itu ada beberapa film yang saya tonton. Namun mendekati pertengahan, saya coba fokus pada film ini karena menurut saya jalan ceritanya mulai menarik dan alhamdulillah di akhir cerita saya dapat mengambil banyak hikmah.
Rasyid dan Dellia adalah sepasang kekasih. Keduanya dimabuk asmara. Hingga cinta terpatri kuat dan muncul keinginan untuk terus bersama. Dellia membatalkan keinginannya melanjutkan studi ke Amerika karena ingin selalu bersama kekasihnya. Dia berharap pengobanannya itu dapat melanggengkan kisah cintanya dengan Rasyid. Namun kemudian masalah mulai muncul karena mereka berbeda keyakinan. Hal penting yang selama ini mereka kesampingkan.
Suatu peristiwa menyadarkan Rasyid bahwa selama ini dia telah jauh dari agamanya. Kesadaran itulah yang kemudian mendorongnya untuk berubah dan belajar lebih dalam tentang agamanya. Semakin dalam ia mempelajari, semakin hatinya resah. Pada sebuah kenyataan bahwa Islam tidak melarang pernikahan lelaki muslim dengan perempuan Nasrani, meski menentang keras kebalikannya.
Namun cintanya tetap kuat kepada Dellia. Tak berubah sedikitpun. Orang bilang, cinta telah membutakan hatinya.
Dan kegundahannya terbukti ketika ayahnya yang kolot marah luar biasa begitu mengetahui anaknya berpacaran dengan Dellia yang seorang Nasrani. Mau ditaruh dimana mukanya. Tujuh turunanpun ayahnya tak pernah membayangkan akan punya menantu seorang Nasrani.
Mengetahui ayah Rasyid begitu membencinya, Dellia berusaha mengubah sikapnya. Mencoba mengambil hati orang tua Rasyid. Cintanya begitu besar kepada Rasyid. Dan ia tak ingin kehilangan orang yang dicintainya. Meski sebenarnya sangat mudah baginya menemukan pengganti Rasyid sebab ia adalah gadis yang jelita, kaya dan berpendidikan tinggi.
Namun itu belumlah cukup untuk meluruhkan hati ayah Rasyid. Kekeraskepalaan orang tua itu hampir membuatnya frustasi.
Untuk mengalihkan perasaan Rasyid kepada Dellia, ayahnya  memperkenalkan Rasyid dengan Nabila, anak seorang kenalannya. Nabila ini juga gadis yang cantik jelita, santun, lemah lembut. Pantaslah menjadi seorang istri yang salehah karena begitu menentramkan. Pertemuan demi pertemuan mulai membuka hati keduanya. Rasyid yang di mata Nabila seorang yang penyayang, mulai menumbuhkan rasa suka di hati gadis tersebut. Namun tidak di hati Rasyid. Di matanya, Nabila adalah gadis yang menyenangkan, tapi sebagai seorang teman. Hatinya tetap untuk Dellia.
Konflik demi konflik mulai menghinggapi ketiganya. Rasyid yang hatinya masih bimbang, masih juga ragu mengambil keputusan. Begitupun Dellia. Seakan-akan jalan yang ada di depannya telah buntu. Seakan-akan nasib tidak lagi berpihak kepada mereka. Sementara Nabila resah karena tak kunjung juga mendapatkan kepastian dari Rasyid.
Permasalahan demi permasalahan ternyata justru semakin mendekatkan diri mereka kepada Tuhan. Beban hidup yang semakin berat membuat Rasyid dan Dellia kembali mengingat Tuhannya. Menyadarkan bahwa ternyata mereka kecil. Bahwa banyak hal yang tidak berjalan sesuai rencana. Hingga kemudian Allah menunjukkan jalanNya.
Hati ayah Rasyid mulai mencair melihat banyak peristiwa yang telah menimpa keluarganya. Akhirnya dia menyerahkan semua keputusan kepada Rasyid. Apapun keputusan yang akan diambil oleh anaknya, mereka tetaplah keluarga. Hatinya sudah ikhlas melepas anaknya.
Nabilapun ikhlas seandainya Rasyid tidak memilihnya meski cinta mulai merasuki hatinya. Meskipun pada awalnya ia menerima lamaran keluarga Rasyid karena ingin patuh kepada orang tuanya dan tak ingin menyakiti perasaan orang tua Rasyid. Meski pada awalnya tak ada cinta di hatinya untuk Rasyid, namun seiring waktu lelaki itu telah menumbuhkan bunga-bunga cinta di hatinya. Dan ketika cinta itu tumbuh, Rasyid justru lebih memilih wanita lain.
Dellia yang sebelumnya bimbang akhirnya mulai menemukan titik terang. Hatinya mulai tentram. Jalannya mulai terarah. Kembali menemukan kepercayaan dirinya. Namun cintanya tak pernah mengendur sedikitpun kepada lelaki tambatan hatinya. Begitu juga Rasyid. Hatinyapun semakin mantap. Cintanya tak pernah pupus.
Diakhir cerita, digambarkan semua pemeran berkumpul menyaksikan sebuah pertunjukkan pembacaan puisi karya si Burung Merak WS. Rendra oleh Rasyid. Namun sayang saya tak begitu ingat kata-kata dalam puisi itu. Yang cukup membekas dalam pikiran saya adalah kata-kata “….dan pisaupun menyembunyikan cintanya” atau entah apa. Dan diakhir pembacaan puisinya, Rasyid mengucapkan kata penutup “…bagai tungku tanpa nyala api”, sambil melemparkan teks puisinya ke penonton.
Kata-kata dalam puisi itu seakan mewakili perasaan semua pelaku dalam cerita ini. Tungku tanpa nyala api, tentunya lama kelamaan akan dingin. Tak ada lagi kehangatan. Apalah artinya hidup ini…
Namun, bukankah kita tinggal mencari kayu bakar lain untuk menyalakan tungku itu?
Kita hanya perlu berbenah. Memperbaiki diri dan keadaan. Jangan cengeng menghadapi kenyataan. Kenyataan tak harus selalu indah. Kadang juga pahit. Agar kaki kita semakin kuat. Agar hati kita senantiasa terjaga. Agar kita lebih matang menjalani hidup.
Intinya mungkin, bahwa sepahit apapun hidup, kita harus tetap menjalaninya sebaik mungkin. Mengambil keputusan sebijak mungkin. Sebab masih ada hari-hari yang harus diperjuangkan. Meski kita menjalaninya bukan dengan orang-orang yang dulu kita cintai. Meski kita menjalaninya dengan orang lain. Orang lain yang kemudian juga kita cintai. Kita cintai dengan kesadaran. Bukan hasrat semata.
Dan saya kira Anda tahu bagaimana kisah ini berakhir kan?
Jangan bayangkan Dellia kemudian berpindah agama demi cinta sejatinya, atau sebaliknya. Tidak sama sekali. Yang muncul kemudian adalah kesadaran bahwa cinta tak harus saling memiliki. Cinta terbesar adalah cinta makhluk kepada Sang Pencipta.
Dellia akhirnya melanjutkan studinya ke Amerika dan kemudian menikah dengan sesama aktivis lintas budaya. Nabila menikah dengan pengusaha sukses dan mendirikan banyak butik baju muslim. Sedangkan Rasyad melanjutkan studinya di Universitas Indonesia dan menikah dengan seorang gadis asal Aceh yang kemudian concern ke pendidikan anak-anak berkebutuhan khusus. Mereka berbahagia dengan keluarganya masing-masing.
Ada bagian yang cukup mengharukan sebagai penutup cerita, yang mungkin inti dari drama percintaan ini. Yaitu ketika dengan padangan penuh cinta, Dellia berucap kepada orang yang dikasihinya, “Kita mungkin tidak bisa bersatu di dunia ini, namun aku berharap kita akan bersama di syurga”, ucapnya dengan mata berkaca-kaca.
Dan saya masih ingat betul kata-kata yang diucapkan Dellia kepada Rasyid untuk menenangkan hati masing-masing. “Untuk apa kita bahagia, jika orang-orang di sekitar kita menangis”?
Bagi saya itu adalah kesadaran tertinggi orang-orang yang diliputi cinta. Cinta yang tidak mementingkan diri sendiri. Cinta yang tidak egois. Mungkin, seperti itulah cinta sejati.

1 komentar: